Getuk Sokaraja atau getuk goreng sudah sering didengar selama berada di tanah Banyumas. Suatu pagi tampak salah satu penjual getuk goreng yang sudah berdiri sejak 14 tahun lalu bernama getuk goreng “Sari Dewi”. Beberapa aktivitas telah dimulai sejak pagi hari. Tungku-tungku besar dan kayu-kayu bakar menyapa begitu memasuki dapur tempat getuk goreng diolah secara tradisional. Pemandangan itu sangat menarik mata karena alat dan bahan yang menggunakan kayu bakar sudah tergolong langka di masa sekarang. Hal tersebut menambah keunikan dan menjadi ciri khas dari getuk “Sari Dewi”. Penggunaan alat dan metode yang masih tradisional menjadikan Getuk Goreng Sari Dewi memiliki sentuhan tradisional yang lebih kental.

Tidak sampai di situ, aroma gula merah, minyak, dan singkong yang berbaur menjadi satu merasuk rongga pernapasan sesaat memasuki ruang pembuatan getuk goreng. Bersama Pak Sono, penerus getuk goreng “Sari Dewi” salah satu merek getuk goreng yang terkenal di Banyumas, sejarah, cara pembuatan, dan kendala penjualan getuk goreng ini terkuak.
Getuk goreng yang saat ini digemari banyak orang ternyata berawal dari getuk yang tidak habis. Dimulai sejak tahun 1918, seorang penjual rames dan getuk bernama Sanpirngad mengolah kembali getuknya yang tidak habis hari itu dengan digoreng dan diberi gula merah supaya tidak mubazir. Hingga kini upayanya itu menjadi sebuah penganan baru yang laris dan kini dikenal luas.
Dari dapur getuk goreng “Sari Dewi”, kami dapat melihat singkong yang sudah dibersihkan, direbus terlebih dahulu sebelum digiling. Setelah itu, singkong kembali digiling bersama gula jawa cair sebelum berendam dalam minyak panas selama beberapa menit. Getuk goreng yang sudah jadi lalu dikemas untuk dipasarkan.
Sudah 14 tahun berlalu, tentunya banyak pahit dan manis yang dirasakan dalam berjualan getuk goreng “Sari Dewi” ini. Kepahitan yang harus dikenyam sang pemilik adalah ketika
harga bahan baku naik, tapi tidak bisa menaikkan harga penjualan karena khawatir pembeli beralih ke penjual lain sehingga untung yang didapat hanya sedikit. Kepahitan lainnya dirasakan saat masa pandemi. Kala itu tidak banyak stok getuk yang terjualan karena pembeli menurun. Hal tersebut menyebabkan banyak getuk yang terbuang karena basi tanpa membawa modal balik. Namun, seperti rasa getuk goreng, ada pula rasa manis yang dirasakan oleh si pemilik. Contohnya, antusiasme konsumen yang sampai saat ini masih tinggi sehingga getuk goreng “Sari Dewi” bisa mengolah sekitar 8 kuintal singkong menjadi getuk goreng yang lezat.
Setelah banyak bercakap-cakap, bahkan sampai mencoba getuk goreng dari getuk goreng “Sari Dewi”, kami akhirnya mengetahui perbedaan antara getuk goreng dan getuk lainnya. Seperti namanya, getuk goreng ini melalui proses penggorengan terlebih dahulu, tidak seperti getuk lain yang kebanyakan hanya sampai pada tahap pengukusan. Proses penggorengan tersebut menghasilkan tekstur renyah pada bagian luar getuk dan lembut di bagian dalamnya.
Getuk goreng merupakan salah satu bentuk folklor yang sampai saat ini masih lestari. Tugas kita untuk memastikan getuk goreng masih bisa sampai ke tangan anak cucu kita supaya salah satu ciri khas Banyumas ini tetap dikenal oleh berbagai generasi.